Senin, 02 Desember 2013

contoh makalah sederhana



PARIWISATA DAN EKONOMI SYARIAH





Makalah

Oleh:
Neneng Ela Fauziyyah
NIM : 13
810014




JURUSAN EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS NEGERI ISLAM (UIN) SUNAN KALI JAGA YOGYAKARTA
2013

PEMBAHASAN
PARIWISATA DAN EKONOMI SYARIAH

Aktivitas pariwisata dalam pandangan islam tidak bisa dilepaskan dari tiga pilar utama, yaitu iman, islam, dan ihsan. Ketiga pilar ini sekaligus menjadi penyangga dan pijakan dari seluruh aktivitas pariwisata. Dengan demikian, aktivitas pariwisata dalam islam sarat dengan nilai-nilai (tangible) keimanan, ketauhidan, dan ketakwaan kepada sang Khalik, Allah SWT., yang telah menciptakan segala bentuk keindahan, baik yang ada di darat, laut, maupun udara. Segala bentuk keindahan tersebut merupakan karunia Allah untuk hamba-Nya yang  harus disyukuri dan ditafakuri.[1]
Aktivitas pariwisata tidak bisa lepas dari aktivitas ekonomi, maka perlu diupayakan agar aktivitas pariwisata tersebut berjalan secara ekonomis, tetapi tetap berpijak pada kaidah-kaidah syariah.

A.  Definisi Pariwisata
Banyak pendapat yang muncul ketika mendefinisikan kata pariwisata. Adapun pendapat beberapa ahli sebagai berikut[2]:
1.    Spillane dan James
Pariwisata adalah unsur utama perkembangan ekonomi, bobot pengaturan dan kelembagaan biasanya lebih menonjol.
2.      Purwadi
Pariwisata adalah kegiatan melakukan perjalanan dengan tujuan mendapatkan kenikmatan, kepuasan, pengetahuan, kesehatan, olahraga, istirahat, dan ziarah.
3.    Ekti Maunati
Pariwisata adalah medium bertemunya orang - orang dari beragam latar belakang kebudayaan, termasuk orang-orang barat (sebagai wisatawan) dan orang-orang dari dunia ketiga  wisatawan dalam negeri, elite setempat, pejabat-pejabat dan petugas-petugas pemerintah setempat dan penduduk asli)
4.    Bambang Utoyo
Pariwisata merupakan salah satu sektor ekonomi non migas yang sangat berperan dalam peningkatan struktur ekonomi dan proses pembangunan negara
Arti Pariwisata menurut UU No. 9 Tahun 1990 adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk pengusahaan, daya tarik dan atraksi wisata serta usaha-usaha yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata. Sedangkan arti wisata menurut Islam memiliki beberapa pengertian, seperti wisata yang dikaitkan dengan ibadah, wisata yang dikaitkan dengan ilmu pengetahuan, wisata untuk mengingat keagungan Allah, dan wisata untuk berdakwah.[3]
            Kajian pariwisata dan keterkaitannya dengan ekonomi syariah memiliki definisi operasional tentang pariwisata. Pariwisata merupakan suatu sistem yang mengikutsertakan berbagai pihak dalam keterpaduan kaitan fungsional yang serasi dengan kaidah-kaidah syariah.
             Secara garis besar, komponen definisi operasional pariwisata meliputi hal-hal berikut:
1.    Sistem keikutsertaan berbagai pihak dalam keterpaduan kaitan fungsional yang serasi.
2.    Mendorong berlangsungnya dinamika dan mobilitas manusia
3.    Memerlukan transportasi darat, sungai, laut atau udara
4.    Bergantung pada minat serta apreasiasi tujuan tiap-tiap wisatawan
Berdasarkan definisi operasional di atas, dari sudut pandang syariah Islam, aktifitas pariwisata diarahkan sesuai dengan prinsip ta’aruf (saling mengenal), tabadul al-manafi (pertukaran manfaat), dan ta’awun wa takaful (saling tolong menolong dan saling menanggung risiko). Oleh karena itu, salah satu misi ilmu kepariwisataan dalam islam adalah menyusun secara ilmiah dan sistematis upaya-upaya untuk memaksimalkan manfaat pariwisata dan meminimalkan dampak negatifnya.

B.  Keterkaitan Pariwisata dengan Ekonomi Syariah
Pariwiasata dalam tradisi Islam dimulai dari kemunculan Islam sebagai agama universal, yaitu ketika dikenal konsep ziyarah, yang secara harfiah artinya berkunjung. Selanjutnya lahir konsep dhiyah, yaitu tata krama berkunjung yang mengatur etika dan tata krama serta hukum hubungan sosial antara tamu (dhaif) dengan tuan rumah (mudhif). Konsep ziyarah tersebut pun mengalami perkembangan dan melahirkan berbagai bentuknya.
 Ziyarah yang dapat diartikan sebagai pariwisata atau tour dalam Islam, mengenal juga berbagai terminologi, seperti assafar, arrihlah, intisyar dan istilah-istilah lain yang seakar dengannya.
Istilah safar dijumpai, antara lain dalam Q.S.Al-Baqarah ayat 184:
                      أَيَّا مًا مَّعْدُوْدَاتٍ قلى فَمَنْ كَانَ مِّنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلَى سَفَرٍ.... (البقرة : ١٨٤ )
Artinya:
“(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barang siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak puasa)...”
                                                                                    (Q.S.Al-Baqarah: 184)
Istilah rihlah dijumpai dalam Al-Quran surat Al-Quraisy ayat 2:
إٖلٰفِهِمْ رِحْلَةً الشِّتَآئِ وَ الصَّيْفِ. (القريش : ٢)            
            Artinya:
“(Yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas.”
                                                                                    (Q.S.Al-Quraisy: 2)
            Kemudian istilah intisyar dijumpai dalam Q.S.Al Jumu’ah ayat 10:
     فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلٰوةُ فَانْتَشِرُوْا فِى الْاَرْضِ وَ ابْتَغُوْا مِنْ فَضْلِ اللهِ .. (الجمعة : ١٠ )
            Artinya:
“Apabila shalat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi, carilah karunia Allah...”
                                                                        (Q.S.Al-Jumu’ah: 10)
Menurut Abdul Mun’in, teks ayat Q.S.Al-Jumu’ah ayat 10 itu  mengandung makna bahwa, “Apabila kamu telah menunaikan shalat, kamu diperintahkan untuk menyebar (tafriq) ke seluruh bumi, dan segera keluar dari masjid karena hal tersebut maslahat bagimu.” Pendapat ini diperkuat oleh Al-Qurthubi yang menyebutkan,”Apabila kamu telah selesai mengerjakan shalat, menyebarlah kamu di muka bumi untuk melakukan perniagaan dan melakukan usaha-usaha yang menyangkut kebutuhanmu.”
Jika melihat spirit ayat di atas, pada hakikatnya aktifitas bepergian atau aktifitas pariwisata dalam islam sebenarnya tidak hanya untuk memenuhi kepuasan secara jasmani, tetapi harus memiliki nilai ekonomis. Jika prinsip ini diterapkan dalam perekonomian modern, akan mendorong terciptanya daya saing ekspor.
Ketika kita dperintahkan untuk bertebaran di bumi, itu artinya kita diperintahkan untuk bertebaran ke pasar global, dan di sinilah muncul daya saing ekspornya. Produk yang bisa ditawarkan dalam pasar ekspor adalah produk yang good and service. Di pasar ekspor, kita akan bertemu dengan pemain-pemain global lainnya (Cina, Taiwan, Korea, India, Thailand). Menurut kaidah marketing yang sederhana, kita tidak mungkin bersaing dengan para kompetitor global lainnya tanpa memiliki 4P: product (produk yang berkualitas), price (harga yang menarik), promotion (promosi yang intens), dan placement (penyerahan yang tepat). Hanya dengan produk yang inovatif dan berkualitas, kita dapat merebut market share di pasar global. Produk yang inovatif dan berkualitas baru akan terjual jika harga yang ditawarkan menarik, dan melalui promosi yang intensif, sebuah produk akan dikenal. Jika sudah dikenal, konsumen akan membelinya, terlebih jika produk tersebut didukung sistem pelayanan yang prima (after sales service).  
Pariwisata sangatlah penting dalam ekonomi sebuah negara karena keberadaannya menambah lahan bisnis bagi masyarakat disekitar tempat pariwisata. Bisnis ini pun menjadi semakin bermacam-macam sesuai dengan kebutuhan tempat pariwisata pada umumnya, seperti cenderamata, penginapan, tempat makan dan  transportasi. Seperti yang kita tahu bahwa Islam mengatur kehidupan seorang muslim disetiap aktivitasnya, aktivitas harian, bulanan maupun tahunan, jadi sektor pariwisata juga telah diatur batasan-batasannya oleh Islam. Hal itu disebabkan pariwisata sangat berpengaruh pada kehidupan ekonomi seorang muslim, seperti berpengaruhnya terhadap ekonomi global ataupun ekonomi islam.
Dalam pariwisata, Islam menggarisbawahi niat atau tujuan sebagai pembeda boleh dan tidaknya pariwisata tersebut. Niat atau tujuan yang amar ma’ruf nahi munkar dalam perjalanan pariwisata menjadikan berlakunya keringanan-keringanan yang diberikan Allah SWT kepada musafir. Menurut Muhammad Hambali (2008), tujuan dari ekonomi Islam adalah tujuan pengembangan, berproduksi dan menambah pemasukan negara, serta tujuan syari’ terkait dengan kebebasan pemutaran harta, keadilan dalam perputaran harta. Dan tujuan utamanya adalah kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dari tujuan diatas, maka perkembangan pariwisata dalam Islam haruslah sesuai dan sejalan dengan syariat Islam yang dapat membuat semua golongan manusia tidak peduli kaya atau miskin menjadi sejahtera bukan hanya di dunia namun juga di akhirat.[4]

C.    Referensi
·       Pradja, Juhaya S.,  Ekonomi Syariah, Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2012







      [1]Juhaya S. Pradja, Ekonomi Syariah, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2012) h.133

      [2] http://www.lepank.com/2012/08/pengertian-pariwisata-menurut-beberapa.html. Diakses pada 14 Oktober 2013, 11.10
[4] Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar