Senin, 08 Juni 2015

Melebarkan Sayap Sampai ke Desa dengan Produk Akad Salam



Sumber: http://jagoakuntansi.com
Merasa hampir putus asa dengan tugas kelompok wawancara dan penelitian lapangan tentang akad salam dari salah satu mata kuliah, saya jadi ingin berbagi di sini.
Al-Qur’an sudah menjelaskan dengan gamblang bahwa manusia memang diciptakan dengan sifat suka mengeluh ketika tertimpa kesulitan dan kesusahan. Ini tertera dengan jelas dalam surat al-Ma’arij ayat 19 dan 20. Namun sebenarnya dengan disebutkan seperti demikian, tersirat pertanda bahwa manusia yang tidak suka mengeluh berarti ia sudah lolos dari ujian sifat dasar manusia yang buruk tersebut. Ternyata, saya pribadi belum bisa masuk ke golongan orang yang tidak suka mengeluh itu. Bagaimana tidak, hari itu di siang hari dengan panas matahari yang menurut saya bisa sampai  membakar kulit, kami sekelompok harus menyelesaikan tugas wawancara dan penelitian lapangan ke lembaga keuangan syariah mengenai akad salam.
Sebenarnya keluhan kami khususnya saya bukan karena ada tugas tersebut, namun  karena sebelumnya ketika saya iseng-iseng buka laporan statistik perbankan syariah bulan Februari 2015 yang dirilis oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan) membuat saya terkaget-kaget sekaligus bingung tapi jadi tahu juga, ternyata pembiayaan akad salam diperbankan syariah itu nol. Tidak ada sama sekali pembiayaan salam yang dilakukan oleh bank syariah manapun. dan di BPRS (Bank Pembiayaan Rakyat Syariah) pun yang notabene lebih dekat dengan rakyat kecil hanya tercatat beberapa belas saja pembiayaan akad salam.
Inilah yang kemudian menjadi referensi saya dan teman-teman dalam memilih lembaga keuangan mana yang sudah menerapkan produk akad salam. Bank sudah jelas tidak menerapkan. BPRS memang ada sedikit, tapi di antara jumlah BPRS yang sampai 2015 ini sudah sekitar 162, BPRS manakah yang sudah mempraktikan akad salam itu di Yogyakarta?. Kami bertanya-tanya, kami harus wawancara dan penelitian kemana? Dilema itulah yang menjadi penyebab keluhan kami.
Dari pengalaman saya tersebut, kemudian muncul dalam pikiran saya bahwa sebenarnya alasan pembiayaan akad salam nol di perbankan syariah tersebut bukan hanya karena akad tersebut tidak diminati oleh nasabah, tapi karena LKS sendiri pun belum ada keinginan untuk mengaplikasikan produk akad tersebut.  
Dalam teorinya, Salam adalah salah satu bentuk jual beli dengan pembayaran di muka dengan penyerahan barang di kemudian hari (advanced payment atau forward buying atau future sales) dengan harga, spesifikasi, jumlah, kuantitas, tanggal dan tempat penyerahan yang jelas serta disepakati sebelumnya dalam perjanjian (Ascarya, 2006). Lebih sederhananya, akad salam adalah akad pesanan terhadap suatu barang yang sudah ada di pasaran dengan pembayaran di awal dan barang diadakan setelahnya.
Dalam perkembangannya, akad salam juga dipraktikan oleh lembaga keuangan syariah sebagai salah satu produk keuangan syariah. Untuk lebih mempermudah pemahaman, berikut ini contoh mekanisme akad salam di lembaga keuangan syariah yang diterapkan di bidang pertanian:
Pak S adalah seorang petani padi. Ia membutuhkan dana untuk menggarap sawahnya. Lalu mengajukan pembiayaan ke LKS setelah menghitung seluruh kebutuhan dana untuk sawahnya tersebut. LKS kemudian menganalisa pengajuan pak S. Setelah disetujui, LKS melakukan perjanjian akad salam dengan Pak S dan memberi kebutuhan dana senilai Rp.6.000.000,- (misalnya). LKS dan Pak S sepakat bahwa dengan dana 6 juta tersebut, LKS akan mendapat gabah kering sebanyak 2 ton dengan perhitungan harga gabah Rp. 3.000/kg. Gabah tersebut akan diterima LKS setelah masa panen, yang biasanya 3-4 bulan.
Akad salam ini akan sangat membantu para petani yang kekurangan dana untuk menggarap sawah atau ladangnya. Menurut salah satu dosen saya, bahwa akad salam ini sangat tepat jika diterapkan untuk membantu para petani dalam menggarap sawah dan ladangnya. Karena ini sangat efektif dalam menambah modal bagi mereka seperti untuk benih, pupuk dan pemeliharaannya. Dalam penjualannya pun sudah pasti, karena LKS yang pasti membelinya setelah hasil panen ada.
Saya kira juga Para petani tidak akan dirugikan seperti sekarang yang menjual hasil panennya pada tengkulak dan hanya mendapatkan harga perkilo nya tergantung pada harga yang ditetapkan tengkulak tersebut, bukan berdasarkan harga pasar. Sedangkan jika para petani menggunakan akad salam ini dengan LKS maka harga perkilo yang ia dapatkan adalah berdasarkan harga pasar.  
Yang sangat disayangkan di sini adalah dari laporan statistik perbankan syariah memperlihatkan bahwa akad salam itu nol dalam pembiayaan di perbankan syariah dan hanya beberapa belas saja di BPRS. Padahal dilihat dari potensi Indonesia sampai saat ini sebagian penduduknya adalah petani. Petani ini termasuk petani pemilik lahan sendiri atau buruh tani. Bagi petani pemilih lahan, pembiayaan dengan akad salam ini bisa menjadi salah satu solusi kebutuhan dana mereka. Dan bagi buruh tani yang tidak mempunyai lahan, adanya pembiayaan tersebut juga berdampak positif. Mereka tidak akan kehilangan pekerjaan sebagai buruh tani karena petani pemilik lahan akan terus menggarap sawah atau ladangnya atas bantuan pembiayaan dari LKS dan membutuhkan tenaga mereka.
Hal positif lain adalah bagi LKS. LKS dapat melebarkan sayap mereka sampai ke desa-desa dengan mengakomodasi produk akad salam ini. Karena desa sampai saat ini masih merupakan basic pertanian terbesar. Selain itu, promosi LKS untuk produk lain pun dapat dilakukan. Masyarakat desa sedikit demi sedikit akan mengenal sendiri LKS dan jika LKS tetap konsisten, masyarakat akan percaya dan tertarik. Dengan demikian, market share LKS pun dapat bertambah dan jaringan pun dapat meluas sampai ke pelosok.
Bagi saya sebagai mahasiswa pun, adanya produk akad salam di desa-desa ini akan sangat membantu dalam penelitian. Karena mahasiswa tidak akan susah seperti yang saya alami kemarin-kemarin.
Saya yakin dan percaya diri mengenai hal-hal positif yang telah disebutkan di atas. Saya yakin akan kekuatan keuangan syariah dapat sampai pada titik tersebut. Karena di seluruh dunia termasuk Indonesia, yang memperjuangkan keuangan syariah itu tidak hanya satu dua orang saja. Bahkan tidak hanya komunitas saja, tapi pemerintah pun ikut berjuang. Oleh karena itu aku cinta keuangan syariah. 

Sumber: 
Ascarya. 2006. Akad dan Produk Bank Syariah: Konsep dan Praktik di Beberapa Negara. Bank Indonesia.
http://jagoakuntansi.com/2014/12/akad-salam/ 

Senin, 09 Desember 2013

Android Kit KAt

Android 4.4 KitKat release date, new features and device upgrades

Everything you need to know about Google Android 4.4 KitKat features and upgrades

Android 4.4 'KitKat' is the latest version of Google's mobile operating system and Nexus 7 and Nexus 10 owners are getting the upgrade first. So here's everything you need to know about its release date, new features and which devices will be upgraded. Updated 13/11/13. Read our full Nexus 5 review.

For a long time we were expecting Google to announce Android 5.0 Key Lime Pie but it threw a spanner in the works and revealed 4.4 KitKat instead. It has now arrived on the Nexus 5 smartphone so here's what you need to know about the new Android version. See also: Nexus 5: Where to buy.
Android 4.4 KitKat

Android 4.4 KitKat: Release date

Various rumoured release dates for KitKat, and the Nexus 5, came and went but Google announced both on 31 October. Surprisingly, it did so without a launch event; deciding that a blog post was sufficient.
The Nexus 5 is on sale now so Android 4.4 KitKat has been released. However, if you're not planning on splashing out on a Nexus 5 then you're probably asking the question 'when will I get Android 4.4 KitKat?'. Read on to find out more.
Android 4.4 KitKat

Android 4.4 KitKat: Devices and upgrades

Details are limited at the moment so we'll update this article as and when we find out more. However, Google has given some information for Nexus owners.
Starting on 13 November Nexus 7 and Nexus 10 owners can upgrade to Android 4.4 KitKat. Owners of Nexus 7 models with mobile data will get the update 'soon'. As will the Nexus 4 and Google Play editions of the Samsung Galaxy S4 and HTC One.

TIDAK ADA ALASAN UNTUK TIDAK BERSYUKUR.

"Seteguk Air Seharga Separo Kerajaan"

Ini kisah tentang khalifah Harun Ar-Rasyid. khalifah yang cemerlang, puncak kebesaran BAni Abbas yang mencintai ilmu, kesusastraan dan seni. ia mengobrol ringan sambil bertukar pikiran dengan ulama terkenal, Ibn Samak. raja hendak minum pada saat itu.
"paduka, seandainya paduka berada di padang pasir, sendiri, tersesat, tetes terakhir dari kantung air dirasakan kemarin pagi. angin yang berhembus meraba kulit terasa membakar. matahari memberi warna merah pada tanah pasir yang hendak dilalui. berapakah harga air seteguk?"
"separo dari kerajaanku."
"ya separo. air itu amat berharga. silahkan minum paduka."
setelah minum, ulama itu melanjutkan obrolannya.
"jika air itu ternyata najis, racun. itupun sulit keluar. andaikanpun keluar, itu hanya tetes kecil dengan susah payah dengan rasa sakit yang luar biasa. bergulung kesana kemari, rasa sakit itu membatu disekitar perut lalu seperti bergumpal-gumpak naik ke dada. berapakah paduka akan membayar agar bisa mengeluarkannya dengan lancar dan lega?"
"seluruh kerajaan..... seluruhnya."
setelah diam sejenak Ibn Samak berkata lemah,"Hanya untuk membuang air yang najis, diperlukan kekayaan seluruh kerajaan. Lalu, berapa harga seluruh hidup yang telah diberikan Allah kepada kita?"
Khalifah terdiam.

renungkanlah kawan!!!
sudahkah kita berterima kasih terhadap apa yang telah Allah berikan kepada kita berupa kehidupan, kesadaran, pengertian, dan imajinasi kedepan???

Senin, 02 Desember 2013

contoh makalah sederhana



PARIWISATA DAN EKONOMI SYARIAH





Makalah

Oleh:
Neneng Ela Fauziyyah
NIM : 13
810014




JURUSAN EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS NEGERI ISLAM (UIN) SUNAN KALI JAGA YOGYAKARTA
2013

PEMBAHASAN
PARIWISATA DAN EKONOMI SYARIAH

Aktivitas pariwisata dalam pandangan islam tidak bisa dilepaskan dari tiga pilar utama, yaitu iman, islam, dan ihsan. Ketiga pilar ini sekaligus menjadi penyangga dan pijakan dari seluruh aktivitas pariwisata. Dengan demikian, aktivitas pariwisata dalam islam sarat dengan nilai-nilai (tangible) keimanan, ketauhidan, dan ketakwaan kepada sang Khalik, Allah SWT., yang telah menciptakan segala bentuk keindahan, baik yang ada di darat, laut, maupun udara. Segala bentuk keindahan tersebut merupakan karunia Allah untuk hamba-Nya yang  harus disyukuri dan ditafakuri.[1]
Aktivitas pariwisata tidak bisa lepas dari aktivitas ekonomi, maka perlu diupayakan agar aktivitas pariwisata tersebut berjalan secara ekonomis, tetapi tetap berpijak pada kaidah-kaidah syariah.

A.  Definisi Pariwisata
Banyak pendapat yang muncul ketika mendefinisikan kata pariwisata. Adapun pendapat beberapa ahli sebagai berikut[2]:
1.    Spillane dan James
Pariwisata adalah unsur utama perkembangan ekonomi, bobot pengaturan dan kelembagaan biasanya lebih menonjol.
2.      Purwadi
Pariwisata adalah kegiatan melakukan perjalanan dengan tujuan mendapatkan kenikmatan, kepuasan, pengetahuan, kesehatan, olahraga, istirahat, dan ziarah.
3.    Ekti Maunati
Pariwisata adalah medium bertemunya orang - orang dari beragam latar belakang kebudayaan, termasuk orang-orang barat (sebagai wisatawan) dan orang-orang dari dunia ketiga  wisatawan dalam negeri, elite setempat, pejabat-pejabat dan petugas-petugas pemerintah setempat dan penduduk asli)
4.    Bambang Utoyo
Pariwisata merupakan salah satu sektor ekonomi non migas yang sangat berperan dalam peningkatan struktur ekonomi dan proses pembangunan negara
Arti Pariwisata menurut UU No. 9 Tahun 1990 adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk pengusahaan, daya tarik dan atraksi wisata serta usaha-usaha yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata. Sedangkan arti wisata menurut Islam memiliki beberapa pengertian, seperti wisata yang dikaitkan dengan ibadah, wisata yang dikaitkan dengan ilmu pengetahuan, wisata untuk mengingat keagungan Allah, dan wisata untuk berdakwah.[3]
            Kajian pariwisata dan keterkaitannya dengan ekonomi syariah memiliki definisi operasional tentang pariwisata. Pariwisata merupakan suatu sistem yang mengikutsertakan berbagai pihak dalam keterpaduan kaitan fungsional yang serasi dengan kaidah-kaidah syariah.
             Secara garis besar, komponen definisi operasional pariwisata meliputi hal-hal berikut:
1.    Sistem keikutsertaan berbagai pihak dalam keterpaduan kaitan fungsional yang serasi.
2.    Mendorong berlangsungnya dinamika dan mobilitas manusia
3.    Memerlukan transportasi darat, sungai, laut atau udara
4.    Bergantung pada minat serta apreasiasi tujuan tiap-tiap wisatawan
Berdasarkan definisi operasional di atas, dari sudut pandang syariah Islam, aktifitas pariwisata diarahkan sesuai dengan prinsip ta’aruf (saling mengenal), tabadul al-manafi (pertukaran manfaat), dan ta’awun wa takaful (saling tolong menolong dan saling menanggung risiko). Oleh karena itu, salah satu misi ilmu kepariwisataan dalam islam adalah menyusun secara ilmiah dan sistematis upaya-upaya untuk memaksimalkan manfaat pariwisata dan meminimalkan dampak negatifnya.

B.  Keterkaitan Pariwisata dengan Ekonomi Syariah
Pariwiasata dalam tradisi Islam dimulai dari kemunculan Islam sebagai agama universal, yaitu ketika dikenal konsep ziyarah, yang secara harfiah artinya berkunjung. Selanjutnya lahir konsep dhiyah, yaitu tata krama berkunjung yang mengatur etika dan tata krama serta hukum hubungan sosial antara tamu (dhaif) dengan tuan rumah (mudhif). Konsep ziyarah tersebut pun mengalami perkembangan dan melahirkan berbagai bentuknya.
 Ziyarah yang dapat diartikan sebagai pariwisata atau tour dalam Islam, mengenal juga berbagai terminologi, seperti assafar, arrihlah, intisyar dan istilah-istilah lain yang seakar dengannya.
Istilah safar dijumpai, antara lain dalam Q.S.Al-Baqarah ayat 184:
                      أَيَّا مًا مَّعْدُوْدَاتٍ قلى فَمَنْ كَانَ مِّنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلَى سَفَرٍ.... (البقرة : ١٨٤ )
Artinya:
“(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barang siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak puasa)...”
                                                                                    (Q.S.Al-Baqarah: 184)
Istilah rihlah dijumpai dalam Al-Quran surat Al-Quraisy ayat 2:
إٖلٰفِهِمْ رِحْلَةً الشِّتَآئِ وَ الصَّيْفِ. (القريش : ٢)            
            Artinya:
“(Yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas.”
                                                                                    (Q.S.Al-Quraisy: 2)
            Kemudian istilah intisyar dijumpai dalam Q.S.Al Jumu’ah ayat 10:
     فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلٰوةُ فَانْتَشِرُوْا فِى الْاَرْضِ وَ ابْتَغُوْا مِنْ فَضْلِ اللهِ .. (الجمعة : ١٠ )
            Artinya:
“Apabila shalat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi, carilah karunia Allah...”
                                                                        (Q.S.Al-Jumu’ah: 10)
Menurut Abdul Mun’in, teks ayat Q.S.Al-Jumu’ah ayat 10 itu  mengandung makna bahwa, “Apabila kamu telah menunaikan shalat, kamu diperintahkan untuk menyebar (tafriq) ke seluruh bumi, dan segera keluar dari masjid karena hal tersebut maslahat bagimu.” Pendapat ini diperkuat oleh Al-Qurthubi yang menyebutkan,”Apabila kamu telah selesai mengerjakan shalat, menyebarlah kamu di muka bumi untuk melakukan perniagaan dan melakukan usaha-usaha yang menyangkut kebutuhanmu.”
Jika melihat spirit ayat di atas, pada hakikatnya aktifitas bepergian atau aktifitas pariwisata dalam islam sebenarnya tidak hanya untuk memenuhi kepuasan secara jasmani, tetapi harus memiliki nilai ekonomis. Jika prinsip ini diterapkan dalam perekonomian modern, akan mendorong terciptanya daya saing ekspor.
Ketika kita dperintahkan untuk bertebaran di bumi, itu artinya kita diperintahkan untuk bertebaran ke pasar global, dan di sinilah muncul daya saing ekspornya. Produk yang bisa ditawarkan dalam pasar ekspor adalah produk yang good and service. Di pasar ekspor, kita akan bertemu dengan pemain-pemain global lainnya (Cina, Taiwan, Korea, India, Thailand). Menurut kaidah marketing yang sederhana, kita tidak mungkin bersaing dengan para kompetitor global lainnya tanpa memiliki 4P: product (produk yang berkualitas), price (harga yang menarik), promotion (promosi yang intens), dan placement (penyerahan yang tepat). Hanya dengan produk yang inovatif dan berkualitas, kita dapat merebut market share di pasar global. Produk yang inovatif dan berkualitas baru akan terjual jika harga yang ditawarkan menarik, dan melalui promosi yang intensif, sebuah produk akan dikenal. Jika sudah dikenal, konsumen akan membelinya, terlebih jika produk tersebut didukung sistem pelayanan yang prima (after sales service).  
Pariwisata sangatlah penting dalam ekonomi sebuah negara karena keberadaannya menambah lahan bisnis bagi masyarakat disekitar tempat pariwisata. Bisnis ini pun menjadi semakin bermacam-macam sesuai dengan kebutuhan tempat pariwisata pada umumnya, seperti cenderamata, penginapan, tempat makan dan  transportasi. Seperti yang kita tahu bahwa Islam mengatur kehidupan seorang muslim disetiap aktivitasnya, aktivitas harian, bulanan maupun tahunan, jadi sektor pariwisata juga telah diatur batasan-batasannya oleh Islam. Hal itu disebabkan pariwisata sangat berpengaruh pada kehidupan ekonomi seorang muslim, seperti berpengaruhnya terhadap ekonomi global ataupun ekonomi islam.
Dalam pariwisata, Islam menggarisbawahi niat atau tujuan sebagai pembeda boleh dan tidaknya pariwisata tersebut. Niat atau tujuan yang amar ma’ruf nahi munkar dalam perjalanan pariwisata menjadikan berlakunya keringanan-keringanan yang diberikan Allah SWT kepada musafir. Menurut Muhammad Hambali (2008), tujuan dari ekonomi Islam adalah tujuan pengembangan, berproduksi dan menambah pemasukan negara, serta tujuan syari’ terkait dengan kebebasan pemutaran harta, keadilan dalam perputaran harta. Dan tujuan utamanya adalah kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dari tujuan diatas, maka perkembangan pariwisata dalam Islam haruslah sesuai dan sejalan dengan syariat Islam yang dapat membuat semua golongan manusia tidak peduli kaya atau miskin menjadi sejahtera bukan hanya di dunia namun juga di akhirat.[4]

C.    Referensi
·       Pradja, Juhaya S.,  Ekonomi Syariah, Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2012







      [1]Juhaya S. Pradja, Ekonomi Syariah, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2012) h.133

      [2] http://www.lepank.com/2012/08/pengertian-pariwisata-menurut-beberapa.html. Diakses pada 14 Oktober 2013, 11.10
[4] Ibid.

Do'a Nabi Daud



Doa NABI DAUD

Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepada Mu
cinta Mu dan cinta orang-orang yang mencintai Mu
serta cinta yang dapat mendekatkan aku kepada cinta Mu

Ya Allah apa yang Engkau anugrahkan kepadaku
dari apa-apa yang aku cintai,
maka jadikanlah ia sebagai kekuatan bagiku
tentang apa yang Engkau cintai,
dan apa-apa yang Engkau singkirkan dariku
dan apa-apa yang aku cintai,
maka jadikanlah ia kekosongan bagiku

Ya Allah jadikanlah cinta Mu sesuatu yang paling kucintai
daripada cintaku kepada keluargaku, hartaku dan air dingin saat dahaga

Ya Allah buatlah aku mencintai Mu,
Malaikat-malaikat Mu, Nabi-Nabi Mu, Rasul-Rasul Mu,
dan hamba-hamba yang shalih

Ya Allah hidupkanlah hatiku dengan cinta Mu
dan jadikanlah aku bagi Mu, seperti yang Engkau cintai

Ya Allah jadikan aku mencintai Mu
dengan segenap hatiku dan ridho kepada Mu dengan segala usahaku

Ya Allah jadikanlah segenap hatiku bagi Mu
dan seluruh usahaku didalam keridhoan Mu

Aamiin Yaa Robbal 'Aalamiin
Top of Form
Bottom of Form