Sumber:
http://jagoakuntansi.com
Merasa hampir
putus asa dengan tugas kelompok wawancara dan penelitian lapangan tentang akad
salam dari salah satu mata kuliah, saya jadi ingin berbagi di sini.
Al-Qur’an
sudah menjelaskan dengan gamblang bahwa manusia memang diciptakan dengan sifat
suka mengeluh ketika tertimpa kesulitan dan kesusahan. Ini tertera dengan jelas
dalam surat al-Ma’arij ayat 19 dan 20. Namun sebenarnya dengan disebutkan
seperti demikian, tersirat pertanda bahwa manusia yang tidak suka mengeluh berarti
ia sudah lolos dari ujian sifat dasar manusia yang buruk tersebut. Ternyata, saya
pribadi belum bisa masuk ke golongan orang yang tidak suka mengeluh itu. Bagaimana
tidak, hari itu di siang hari dengan panas matahari yang menurut saya bisa
sampai membakar kulit, kami sekelompok
harus menyelesaikan tugas wawancara dan penelitian lapangan ke lembaga keuangan
syariah mengenai akad salam.
Sebenarnya keluhan
kami khususnya saya bukan karena ada tugas tersebut, namun karena sebelumnya ketika saya iseng-iseng buka
laporan statistik perbankan syariah bulan Februari 2015 yang dirilis oleh OJK
(Otoritas Jasa Keuangan) membuat saya terkaget-kaget sekaligus bingung tapi
jadi tahu juga, ternyata pembiayaan akad salam diperbankan syariah itu nol. Tidak
ada sama sekali pembiayaan salam yang dilakukan oleh bank syariah manapun. dan di
BPRS (Bank Pembiayaan Rakyat Syariah) pun yang notabene lebih dekat dengan
rakyat kecil hanya tercatat beberapa belas saja pembiayaan akad salam.
Inilah yang
kemudian menjadi referensi saya dan teman-teman dalam memilih lembaga keuangan
mana yang sudah menerapkan produk akad salam. Bank sudah jelas tidak
menerapkan. BPRS memang ada sedikit, tapi di antara jumlah BPRS yang sampai
2015 ini sudah sekitar 162, BPRS manakah yang sudah mempraktikan akad salam itu
di Yogyakarta?. Kami bertanya-tanya, kami harus wawancara dan penelitian
kemana? Dilema itulah yang menjadi penyebab keluhan kami.
Dari pengalaman
saya tersebut, kemudian muncul dalam pikiran saya bahwa sebenarnya alasan pembiayaan
akad salam nol di perbankan syariah tersebut bukan hanya karena akad tersebut
tidak diminati oleh nasabah, tapi karena LKS sendiri pun belum ada keinginan
untuk mengaplikasikan produk akad tersebut.
Dalam teorinya,
Salam adalah salah satu bentuk jual beli dengan pembayaran di muka dengan
penyerahan barang di kemudian hari (advanced payment atau forward
buying atau future sales) dengan harga, spesifikasi, jumlah,
kuantitas, tanggal dan tempat penyerahan yang jelas serta disepakati sebelumnya
dalam perjanjian (Ascarya, 2006). Lebih sederhananya, akad salam adalah akad
pesanan terhadap suatu barang yang sudah ada di pasaran dengan pembayaran di
awal dan barang diadakan setelahnya.
Dalam perkembangannya,
akad salam juga dipraktikan oleh lembaga keuangan syariah sebagai salah satu produk keuangan syariah. Untuk lebih mempermudah pemahaman, berikut ini contoh mekanisme
akad salam di lembaga keuangan syariah yang diterapkan di bidang pertanian:
Pak S adalah seorang petani
padi. Ia membutuhkan dana untuk menggarap sawahnya. Lalu mengajukan pembiayaan
ke LKS setelah menghitung seluruh kebutuhan dana untuk sawahnya tersebut. LKS
kemudian menganalisa pengajuan pak S. Setelah disetujui, LKS melakukan perjanjian
akad salam dengan Pak S dan memberi kebutuhan dana senilai Rp.6.000.000,- (misalnya).
LKS dan Pak S sepakat bahwa dengan dana 6 juta tersebut, LKS akan mendapat
gabah kering sebanyak 2 ton dengan perhitungan harga gabah Rp. 3.000/kg. Gabah tersebut
akan diterima LKS setelah masa panen, yang biasanya 3-4 bulan.
Akad salam ini
akan sangat membantu para petani yang kekurangan dana untuk menggarap sawah
atau ladangnya. Menurut salah satu dosen saya, bahwa akad salam ini sangat
tepat jika diterapkan untuk membantu para petani dalam menggarap sawah dan
ladangnya. Karena ini sangat efektif dalam menambah modal bagi mereka seperti untuk
benih, pupuk dan pemeliharaannya. Dalam penjualannya pun sudah pasti, karena
LKS yang pasti membelinya setelah hasil panen ada.
Saya kira juga
Para petani tidak akan dirugikan seperti sekarang yang menjual hasil panennya
pada tengkulak dan hanya mendapatkan harga perkilo nya tergantung pada harga
yang ditetapkan tengkulak tersebut, bukan berdasarkan harga pasar. Sedangkan jika
para petani menggunakan akad salam ini dengan LKS maka harga perkilo yang ia
dapatkan adalah berdasarkan harga pasar.
Yang sangat
disayangkan di sini adalah dari laporan statistik perbankan syariah memperlihatkan
bahwa akad salam itu nol dalam pembiayaan di perbankan syariah dan hanya
beberapa belas saja di BPRS. Padahal dilihat dari potensi Indonesia sampai saat
ini sebagian penduduknya adalah petani. Petani ini termasuk petani pemilik
lahan sendiri atau buruh tani. Bagi petani pemilih lahan, pembiayaan dengan
akad salam ini bisa menjadi salah satu solusi kebutuhan dana mereka. Dan bagi
buruh tani yang tidak mempunyai lahan, adanya pembiayaan tersebut juga
berdampak positif. Mereka tidak akan kehilangan pekerjaan sebagai buruh tani karena
petani pemilik lahan akan terus menggarap sawah atau ladangnya atas bantuan
pembiayaan dari LKS dan membutuhkan tenaga mereka.
Hal positif
lain adalah bagi LKS. LKS dapat melebarkan sayap mereka sampai ke desa-desa
dengan mengakomodasi produk akad salam ini. Karena desa sampai saat ini masih
merupakan basic pertanian terbesar. Selain itu, promosi LKS untuk produk lain
pun dapat dilakukan. Masyarakat desa sedikit demi sedikit akan mengenal sendiri
LKS dan jika LKS tetap konsisten, masyarakat akan percaya dan tertarik. Dengan demikian,
market share LKS pun dapat bertambah dan jaringan pun dapat meluas sampai ke
pelosok.
Bagi saya
sebagai mahasiswa pun, adanya produk akad salam di desa-desa ini akan sangat
membantu dalam penelitian. Karena mahasiswa tidak akan susah seperti yang saya
alami kemarin-kemarin.
Saya yakin dan
percaya diri mengenai hal-hal positif yang telah disebutkan di atas. Saya yakin
akan kekuatan keuangan syariah dapat sampai pada titik tersebut. Karena di seluruh
dunia termasuk Indonesia, yang memperjuangkan keuangan syariah itu tidak hanya
satu dua orang saja. Bahkan tidak hanya komunitas saja, tapi pemerintah pun
ikut berjuang. Oleh karena itu aku cinta keuangan syariah.
Sumber:
Ascarya. 2006. Akad dan Produk Bank Syariah:
Konsep dan Praktik di Beberapa Negara. Bank Indonesia.
http://jagoakuntansi.com/2014/12/akad-salam/